Talk Show with Nia Dinata

Kira-kira jam 13 tadi at Multi Purpose Building di kampusku, Nia Dinata hadir sebagai pembicara. Jauh-jauh hari kajur kami bilang kalau Nia Dinata bakal datang ke kampus. Walau acaranya untuk semua jurusan, tapi ak lihat sebagian besar yang hadir adalah anak jurusanku, KPI. Menurut aku peserta yang datang tadi juga sedikit. Sayang banget, padahal narasumbernya keren. Nyesel tuuu yang nggak pada dateng.

Sebelum masuk, aku melihat seorang perempuan berambut pendek hendak memasuki


gedung itu juga. *Batinku* ohh berarti acaranya untuk umum, ya.. bukan untuk warga kampusku aja(yang notabenenya kampus islam). Ternyata mbak-mbak tersebut juga menarik perhatian temenku.

Say: Eh ya ampun sepatunya.. *ketawa*
Aku: *lihat flat shoes ngejreng yang dipakai mbak-mbaknya* Kenapa, Say? :)
Say: warnanya kayak "highlight" yang di jas hujan.
Aku: Haha
Ternyata.... setelah masuk akhirnya tahu kalau orang itu adalah Nia Dinata --" #ampuun


Sebenarnya ada dua narasumber. 1st speakernya adalah bapak Hamdi Salad, dosen agama dan budaya ISI Yogyakarta. Dari beliau aku menangkap kalimat "Tontonan malah jadi tuntutan, tuntutan malah jadi tontonan." Jadi, misalkan ketika ada sebuah film, nilai kebaikan yang terkandung dalam filmnya malah sekedar menjadi sebuah tontonan sedangkan aspek lainnya malah menjadi tuntutan.
Kalau aku sih memahaminya misal, sebuah film yang didalamnya terkadung nilai kebaikan, sebut saja nilai-nilai islami, nah nilai-nilai islaminya malah sering kali tidak dianggap, tapi aspek menghiburnya justru yang diambil. Misalkan aja nih.. gaya kehidupan tokohnya, atau sisi-sisi lainnya yang kurang berhubungan sama sisi positif film tersebut. Terus juga bapaknya bilang kalau di Indonesia ini banyak tanyangan yang berlebel Islam tapi malah isinya kagak Islam, bahkan cuma menjiplak tayangan luar. Aduh!

Nah, dari mbak Nia Dinata aku juga mengambil beberapa point. 
-Kalau kita ingin merambah kedunia penyiaran termasuk jurnalistik, kita musti tahu, kita musti paham tentang Undang-undangnya. Beliau mengkritisi UU No 33 tentang perfilman, yang intinya film yang orang-orang buat ketika dipertontonkan ke orang banyak musti dicek dulu sama LSF. Nah, kalau begitu kita nggak bisa asal dong mempertontontakan film indie kita ke temen-temen??

-Di Indonesia ini belum ada cultural policy. Padahal itulah yang bikin film lokal di Korea atau negara-negara lain yang udah ada cultural policy itu lebih maju dibanding film-film import. Salah satu yang membuat dunia broadcasting mereka maju ya salah satunya karena pemerintah punya regulasi yang jelas tentang itu. (Hehe, actually aku juga masih perlu belajar banyak mengenai cultural policy ini, karena selama ini baru tahu sebatas itu.)

-Industri bioskop Indonesia ini beda sama diluar negeri. Dunia layar lebar Indonesia itu masih about business. Jadi ketika kurang channel buat masukin film ke bioskop, yasudah.. wassalam. Hmm jadi kapitalis, yang punya duit yang menang. Termasuk juga dipertelevisian. Ketika sinetron yang "nggak mutu" ber-rating tinggi, mereka bisa saja makai frekuensi publik untuk memperpanjang durasi.

-Kunci utama bikin film indie itu terletak pada skenarionya. Pelajari bikin skenario dengan format yang bener, karena skenario beda dengan cerita. Bikin film yang ceritanya dekat dengan kehidupan sehari-hari. Ambil slice of life-lah, gak usah terlalu fiksi yang muluk-muluk gitu karena nanti malah jadi timbul limit. Misalkan ketika kita bikin fiksi yang muluk dan si talent amatirnya suruh akting yang muluk, itu kan malah kelihat nggak natural.

-Kalau pengen jadi film maker, ya belajar lah dengan menonton film yang baik-baik.
Iya... itu juga bisa berlaku buat bidang-bidang lain.

Ketika ada penanya pertama yang bertanya mengenai pesan dari salah satu film mbak Nia karena nggak nangkep pesannya, beliau berkata kalau beliau tidak suka digurui ketika melihat film. Usia 18++ itu sudah "bukan" saatnya digurui. Maka dari itu, ketika beliau membuat film, beliau tidak ingin ada kesan menggurui. Jadi ketika kita melihat film karya mbak Nia, silakan aja kita menginterpretasikan film tersebut sesuai pikiran masing-masing.

Hoho.... aku jadi berfikir..
Aku ini udah dewasa..
Udah 18+
Masih... aja minta dituntun (baca:digurui)
Tapi terkadang ketika dituntun kepada yang baik-baik malah berpaling
--"
Sebaiknya dan seharusnya saya lekas sadar!!



No comments

Left your words here. . Don't be silent reader ^^ comments are loveable

Powered by Blogger.